Seharusnya kita malu.
Ibarat bunga yang mulai mekar. Namun nalar tak pernah pudar.
Ketiga pragmatisme menjadi dewa dalam pilkada. Ketika kepentingan sesaat menjadi tujuan. Siswa-siswa SMA/SMK se Kabupaten Semarang sepakat dengan lantang ” Say No To Money Politic“, jangan kau beli suara kami, karena kami pemilik negeri. Jangan ajari kami menjadi pengemis di tanah kaya ini, berikan kami harapan bahwa kebijakanmu ke depan akan membawa perubahan ke arah kebaikan.
Demikian hasil dari sosialisasi dengan pemilih pemula di RM. Indah Sari yang diselenggarakan oleh KPU Kab. Semarang pada hari ini, 20 Juli 2010. Dengan disajikan secara menarik oleh Rey dalam bentuk berbagai permainan, Deny memaparkan beberapa teknis kepemiluan, Guntur menjelaskan tentang data pemilih, sepanjang acara, peserta tidak surut selangkah pun untuk bersemangat dan terlibat secara utuh hingga pukul 15.00.
Memang menyenangkan berdiskusi dengan para generasi penerus kita. Setidaknya, nilai dan norma yang diajarkan di sekolah masih melekat dalam tindak tanduk mereka. Namun, kekritisan terhadap fenomena yang ada di masyarakat mendorong mereka untuk menggugat, “Apa pentingnya demokrasi jika yang muncul adalah keterbelahan?“, “Mengapa ada pilkada jika membuang-buang uang saja?“. Akhirnya dengan kesabaran dan penjelasan yang logis, pertanyaan-pertanyaan tersebut melahirkan sikap yang patut didengar calon pemimpin di negeri serasi ini, bahwa masih ada generasi yang pure, origin, pulen, yang masih bersih dari kekotoran perilaku politik, yang bukan tak mungkin, mereka adalah pemimpin kita satu dekade mendatang.
tutor semangat muda tumbuh kembali, karena terngiang masa masa smu